Perjalanan — 20 Tahun TSD

by - April 11, 2019

07 latihan alam dan WS 2003

Pada saat menjadi mahasiswa, banyak hal baru yang saya temui. Apalagi saya yang sebelumnya bisa dibilang 'cah jero benteng asrama'.

Salah satu hal unik yang saya temui adalah UKM alias Unit Kegiatan Mahasiswa. Ya kalimat panjang dari ekstrakurikuler waktu jaman SMA dulu. Sempat kebingungan mau milih kegiatan apa, demi mengisi waktu luang saat kuliah, walaupun sempat terpikir kalo ikut kegiatan mahasiswa akan ada makan minum gratis.

Pilihan UKM saya akhirnya ke Teater Seriboe Djendela (TSD). Awalnya saya hanya ikut beberapa pertemuan di bulan September dan Oktober 2004, setelah itu saya seperti hantu, antara ada tapi tak terlihat. Alasan ikut HMPS atau fokus kuliah. Namun hal itu hanya berjalan hingga sekitar pertengahan tahun 2005. Tanpa saya sadari dan ketahui, ternyata di TSD sedang terjadi 'suwung' kalo istilah yang saya ciptakan setelah saya coba mengolahnya.

TSD yang sepengetahuan saya telah melakukan beberapa pertunjukan besar dan beberapa orang anggotanya juga cukup dikenal di komunitas teater Jogja dan bahkan Indonesia, saat itu benar-benar sedang 'sepi'. Saat saya main ke Senthong - sebutan ruang komunitas di TSD, saya ketemu dengan dua orang, Yoga Kurniawan (Mas Yoga) dan Sugeng Utomo (Mas Sugeng), mereka bisa disebut anggota senior di TSD. Setelah itu saya ketemu dengan Agnes, Danu, Miko, Mitha, Tika, Siska, Angga, Mas Onal Pasolang, Mas Bambang. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali bareng TSD.

Tahun 2004 sampai 2006, adalah waktu yang tidak mudah bagi komunitas seperti TSD. Tahun 2005 saat RaGa (Rapat Keluarga) saya bersama teman-teman (Miko, Tika, Siska, Angga, Agnes) bersama para 'founding fathers' TSD dimana ada Mas Yanu, Mas Totom, Mba Ilan, Mas Sugeng, Mas Yoga, Mba Lina, Mas Theo. Kami berdiskusi sangat panas, dari membahas manajemen komunitas hingga yang paling krusial adalah mendeskripsikan dan menganalisa komunitas TSD. Hal yang paling lama dan berat membahasnya adalah "pantaskah TSD tetap berjalan walaupun hanya dengan sisa 6 anggota barunya?" dan "mau tetap jadi 'cah senthong' atau keluar?".

Hal ini harus kami hadapi bersama, dan dengan jujur para senior sudah menetapkan harus ada pergantian pengurus dan harus dipilih Lurah - istilah untuk Ketua UKM, yang baru. Sebenarnya sudah ada orang yang diproyeksikan untuk menjadi Lurah periode baru, tetapi orang tersebut sakit dan harus istirahat cuti kuliah. Pada akhirnya, 6 orang ini mengambil keputusan TSD harus tetap ada dan siap memikul konsekuensi agar komunitas tetap berdiri dan diakui kembali. Bila meminjam ekspresi ketika malam itu adalah "Senthong ora sido bubar daabbb!!!!!".

Saya bersyukur hingga hari ini TSD masih bisa berjalan dan terus bergerak, walaupun tidak banyak yang bisa saya berikan bagi TSD.

Sebenarnya ada 2 orang yang saya sempat sebutkan di atas, yaitu Mas Sugeng dan Mas Yoga. Dua orang ini adalah orang yang menjadi tiang penyangga TSD dari tahun 2003 sampai 2007. Bukan bermaksud menepis peran dari orang-orang yang juga hadir di tahun tersebut, tetapi untuk hal ini saya menggunakan ego saya untuk berpendapat. Dua orang inilah yang mau bertahan dari "suwung" hingga "murup" lagi. Dua orang inilah yang benar-benar menemani TSD hingga mampu bangkit.

Terima kasih Mas Sugeng dan Mas Yoga.
20 tahun TSD mungkin tidak akan pernah terdengar bila tidak ada kalian berdua.



Andreas Kristiadi / TSD 2004

You May Also Like

0 komentar