Jejak yang Ditinggalkan, Sepatu, dan Kehampaan — 20 Tahun TSD

by - April 21, 2019


Sebuah percakapan, obrolan, dan diskusi merupakan nyawa bagi kelompok teater. Hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh mahasiswa era 90an tentang kebertahanan TSD hingga sekarang. Sudah 22 tahun semenjak festival ketoprak pertama kali diikuti oleh mahasiswa USD, sudah 21 tahun semenjak naskah Nyala Api Di Jantung Tanah Mataram dipentaskan, dan akhirnya sudah 20 tahun sejak TSD resmi dibentuk sebagai UKM teater milik USD.

Terbentuknya TSD sendiri bisa saya katakan sebagai buah diskusi dari keinginan teman-teman 90an, yang pada saat itu dikumpulkan karena festival ketoprak. Keinginan berteater mahasiswa USD sudah ada jauh sebelum 1997, karena kelompok teater di beberapa prodi dan fakultas lebih dulu lahir.

Beberapa mahasiswa memang terkelompokkan dengan berbagai macam cara pandang mereka, yang dianggap nyaman dan “zing” sebagai diri dari tiap-tiap mereka atau anak sekarang menyebutnya “gw banget nih”.  Begitu pula teman-teman teater  90an dimana mereka sama-sama punya keinginan dan rasa nyaman saat bertemu satu sama lain, memang tak lepas dari minuman yang memabukkan maupun asap di setiap sela perbincangan.

Hal itulah yang kemudian menjadi pendamping di setiap momen perjalan panjang TSD, walupun sekarang kebiasaan itu hilang entah kemana, kenapa, dan bagaimana. Entah apa yang sedang dipikirkan teman-teman 90an hingga membentuk UKM teater, terlepas dari cakupan eksplorasi yang lebih banyak, suasana panas reformasi dan orde baru, dan kehangatan yang memabukkan itu tadi. Jelasnya, mereka adalah orang-orang hebat sekarang , karena sudah membuka dan memfasilitasi keinginan mahasiswa yang kebetulan kuliah di USD dan memiliki ”zing” yang sama.

Keberhasilan memiliki jejak perjuangan yang banyak di setiap angkatannya. Naskah terkenal Oedipus Rex menjadi rumah pertama bagi keinginan-keinginan anak TSD. Beberapa rumah selanjutnya sedikit bernuasa tradisional, hingga titik tolak kesurealisan berada dirumah Misi:B4. Tahun-tahun selanjutnya melahirkan rumah-rumah baru yang cukup melegenda hingga sekarang seperti  Bachil dan Mangir, bahkan dibangun di beberapa kota. Hal semcam ini sepertinya menjadi cita-cita besar bagi angkatan sekarang, jika demikian lalu apa cita cita teman-teman era 1999-2004?

Saya berharap ini bukan menjadi siklus yang dibolak-balikan, melainkan melahirkan sebuah keinginan baru yang sudah diakulturasikan. Seharusnya banyak pembelajaran yang sudah di dapat dari banyaknya pengalaman, jika ini memang benar-benar bisa diterapkan maka istilah atau pernyataan tentang ilmu yang semakin lama semakin habis akan terbantahkan.  Kenangan akan krisis di tahun 2003-2004 dan 2006-2007 layak untuk diketahui, agar mulai 20 tahun ini bisa saling menyadari,  memahami dan membenah diri akan tanggung jawab yang dipegang oleh tiap individu. Jangan kaget jika “zing” tadilah yang membunuh semua keinginan-keinginan.

Angin segar sepoi-sepoi benar-benar dirasakan TSD sehabis perubahan besar dilakukan di tahun 2007-2008, rumah rumah megah bermunculan, rumah yang lama dimegahkan, perabotan dan properti dibarui, jalan diaspal, tapi yang saya sangat sayangkan kenapa wilayah itu dipagari tembok dari batu tertumpuk yang tak tertata rapi. Rumah sekarang hanya menjadi rumah dengan orang-orangnya yang berstatus anak komplek, perumahan, dan sedikit instan. Tak ada lagi masyarakat duduk bercengkrama, saling memabukkan, piknik bersama dan jalan-jalan, berpikir sok tau dengan koran di tangan, anak-anak berkeliaran, sedikit perkelahian yang menyatukan. Dan yang terakhir tanah yang subur yang diolah dengan gotong royong dan entah akan menjadi apa, bangunan baru? Kebun buah? Sawah? Taman? Atau bahkan landasan udara? Batu itu memang akan berat jika kau mendorongnya sendirian, bersama sama dan harus teliti, jangan sampai jatuhnya menuju rumah dan membunuh dari beberapa. Entah dari mana batu-batu itu, apakah sisa bahan bangunan atau bahan bangun untuk gedung megah yang salah diletakkan. Yang jelas rubuhkan dulu penghalang itu agar hutan itu kelihatan dan sifat kedesaan mucul secara sendirinya, karna kita tak tau seberapa luas hutan itu dan masalah apa yang ada di dalamnya. Jika tak mau hewan-hewannya besar dan membunuh atau menghancurkan, maka bersihkan selagi masih bisa.

Jika kau bingung mulai dari mana, mulailah dengan obrolan, percakapan, dan minuman yang memabukkan. Karena perumpamaan sengaja dibuat membingungkan dengan berbagai sudut pandang, supaya saling memperbincangkan.

Tempat ini terlalu sulit untuk diceritakan, sesuatu yang tak bisa diwakili oleh angka, kata dan bahkan cinta. Disini terlalu banyak yang ku muntahkan, bahkan sampahpun dapat kau makan. Semua bagian terbaik dari sebuah perjalanan, apa karena bagian dari pendewasaan, atau memang tujuan yang tak ada tuannya. Keturunan adam yang sepikiran. Keturunan hawa yang paling baik dan sesuai yang kudapatkan.

Selamat berumur teater kesayangan, izinkan aku mengucapkan selamat tinggal.

Charles Advendi
TSD 2014.

You May Also Like

0 komentar