Bermain di Rumah Agathon Hutama — Catatan Sebelum Pentas

by - October 01, 2018


Proses yang kita lakukan Sabtu lalu (21/9) bertempat di rumah Mas Agathon, sesepuh Teater Seriboe Djendela. Bagi saya dan mungkin beberapa teman, ini adalah kali pertama berkunjung ke sana. Saat memasuki rumah, kami disambut dengan vespa dan ornamen-ornamen antik yang memesona. Tumpukan buku yang memenuhi sudut ruang tamu membuat hati makin bergejolak. Suasanya begitu nyaman dan sejuk karena banyak tanaman hias di luar maupun di dalam rumah.

Saat aktor, sutradara, dan pengamat sudah lengkap, kita pindah ke lantai atas. Agenda di hari itu adalah membaca dan membedah karakter dari naskah yang digarap. Tapi ada usulan dari Mas Aga untuk tidak sekedar membaca, tetapi sekalian mengekplore ruang gerak dan beradegan. Ruangan itu memang sebelas dua belas dengan setting di naskah yang kita garap. Jadi waktu itu kita membaca dialog sembari benar-benar melakukan apa yang tertulis di naskah. Butuh konsentrasi, fokus, teliti, dan kepekaan antar tokoh ketika membaca sembari beradegan. Terlebih waktu itu kita belum terlalu akrab dengan naskah.

Setelah kurang lebih satu jam membaca naskah, kita merefleksikan apa saja yang kita rasa dan temukan. Disambung dengan perbincangan mengenai karakter dalam naskah. Ada beberapa metode untuk menganalisis karakter. Menurut Yapi Tambayong (2000), saat menganalisis karakter dia membaginya menjadi empat aspek. Diantaranya adalah dari segi historis, fisiologis, sosiologis, dan filosofis.


Di perbincangan hari itu, sutradara bercerita tentang si penulis naskah. Dari mana si penulis berasal, di mana dia tinggal, dan bagaimana proses si penulis menemukan tokoh-tokoh tersebut. Informasi yang dibagi sang sutradara sangat membantu kita untuk mengorek lebih dalam tentang naskah yang digarap, terlebih untuk karakter di dalamnya. Sebab untuk memerankan sebuah lakon, kita tidak berpura-pura, kita harus menjadi tokoh tersebut.

Mediana Drupadi
28 September 2018

You May Also Like

0 komentar